Dalam skema account receivable financing, bisnis bisa mendapatkan uang muka dari lembaga keuangan atau pemberi pinjaman berdasarkan invoice yang belum dibayar oleh buyer, sehingga operasional tetap berjalan tanpa harus menunggu pembayaran penuh. Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.
Definisi Account Receivable Financing
Account receivable financing (AR financing) adalah metode pembiayaan yang memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan dana dengan menggunakan piutang yang belum dibayar sebagai jaminan. Dalam proses ini, perusahaan dapat menjual atau menjaminkan piutang kepada lembaga keuangan atau pemberi pinjaman.
Cara Kerja Account Receivable Financing
1. Pengajuan pembiayaan
Perusahaan mengajukan permohonan untuk pembiayaan piutang kepada lembaga keuangan atau pemberi pinjaman. Proses ini dimulai dengan menyusun dokumen yang diperlukan, seperti:
- Informasi keuangan: Laporan keuangan terkini, termasuk neraca dan laporan laba rugi, untuk menunjukkan kesehatan keuangan perusahaan.
- Daftar piutang: Rincian mengenai piutang yang ingin dibiayai, termasuk nama buyer, jumlah invoice, dan tanggal jatuh tempo.
- Rencana penggunaan dana: Penjelasan tentang bagaimana dana tersebut akan digunakan, apakah untuk biaya operasional, pembayaran utang, atau investasi lainnya.
2. Persetujuan dan uang muka
Setelah perusahaan mengajukan permohonan pembiayaan piutang, lembaga keuangan atau pemberi pinjaman akan menilai nilai piutang yang diajukan. Jika disetujui, pemberi pinjaman akan memberikan uang muka berupa persentase dari total nilai invoice. Persentase ini biasanya sekitar 70-90%, tergantung pada kebijakan lembaga keuangan.
Misalnya, jika perusahaan memiliki invoice senilai Rp50.000.000, dan pemberi pinjaman setuju memberikan 80% dari total nilai invoice, maka perusahaan akan menerima uang muka sebesar Rp40.000.000.
3. Penggunaan dana untuk operasional bisnis
Setelah perusahaan menerima uang muka dari pemberi pinjaman, dana tersebut bisa digunakan untuk berbagai kebutuhan operasional bisnis. Misalnya, perusahaan bisa menggunakannya untuk membayar gaji karyawan, membeli bahan baku, membayar vendor, atau menutupi biaya operasional lain yang mendesak.
Dengan cara ini, perusahaan tidak perlu menunggu hingga buyer membayar invoice untuk mendapatkan dana, sehingga cash flow tetap lancar dan kebutuhan bisnis bisa terpenuhi tepat waktu.
4. Pengenaan biaya jasa
Selama periode pembiayaan, pemberi pinjaman akan mengenakan biaya sebagai kompensasi atas layanan yang diberikan. Biaya ini biasanya dihitung sebagai persentase dari nilai invoice yang dibiayai dan dikenakan setiap minggu atau bulan, tergantung pada kesepakatan antara perusahaan dan pemberi pinjaman.
Contohnya, jika sebuah perusahaan mendapatkan uang muka dari invoice senilai Rp50.000.000, dan pemberi pinjaman mengenakan biaya 3% per minggu, maka biaya yang harus dibayar adalah Rp1.500.000 per minggu (3% dari Rp50.000.000). Semakin lama waktu buyer membayar, semakin tinggi total biaya yang harus dibayarkan oleh perusahaan.
5. Penerimaan pembayaran
Setelah buyer membayar invoice yang sudah jatuh tempo, perusahaan menerima sisa dana yang belum diterima dari pemberi pinjaman. Sisa dana ini merupakan bagian dari nilai piutang yang belum dicairkan sebelumnya (biasanya 20% jika pemberi pinjaman memberikan 80% di awal).
Sebagai contoh, jika invoice bernilai Rp50.000.000, dan pemberi pinjaman sebelumnya sudah memberikan uang muka sebesar 80% (Rp40.000.000), maka sisa yang belum dibayarkan adalah Rp10.000.000. Ketika buyer membayar invoice penuh, perusahaan menerima Rp10.000.000, dikurangi potongan biaya dari pemberi pinjaman.
6. Pelunasan utang
Perusahaan harus mengembalikan jumlah uang yang telah diterima sebagai uang muka dari pemberi pinjaman, termasuk biaya yang dikenakan selama periode pembiayaan. Contohnya:
- Jika perusahaan menerima uang muka sebesar Rp40.000.000 dari invoice Rp50.000.000, dan buyer membayar invoice setelah tiga minggu, pemberi pinjaman mengenakan biaya sebesar 3% per minggu.
- Total biaya yang dikenakan adalah 9% dari nilai invoice (3% x 3 minggu), yang setara dengan Rp4.500.000.
- Setelah buyer membayar Rp50.000.000, perusahaan mengembalikan Rp44.500.000 kepada pemberi pinjaman, yang terdiri dari uang muka Rp40.000.000 ditambah biaya Rp4.500.000.
- Perusahaan akan menyimpan sisanya, yaitu Rp5.500.000.
Proses ini memastikan bahwa pemberi pinjaman mendapatkan kembali uang muka yang telah mereka berikan beserta biaya jasa atas layanan pembiayaan. Proses account receivable bisa disederhanakan dengan bantuan Paper.id.
Kamu bisa mengotomatiskan proses account receivable (AR) dengan menggunakan buyer portal untuk mengotomatiskan proses ini yang memberikan kemudahan sebagai berikut:
- Link invoice dan pengingat pembayaran: Memungkinkan buyer untuk melihat dan membayar invoice tanpa registrasi atau login.
- Pemantauan batas kredit: Memudahkan buyer dan supplier untuk melihat batas kredit yang ditetapkan buyer untuk setiap penjualan dengan ketentuan pembayaran.
- Lacak semua transaksi AR sekaligus: Tim manajemen dan keuangan dapat merekap riwayat pembayaran yang diterima dari buyer, bersama dengan pencairan yang dilakukan ke rekening bank.
Kamu bisa membuat invoice digital yang telah tersedia template-nya dan dilengkapi e-Materai dari PERURI. Paper.id juga terintegrasi dengan metode pembayaran digital yang memudahkan buyer untuk membayar invoice.
Pembayaran bisa melalui QRIS, virtual account (VA), Tokopedia, Shopee, Blibli, virtual credit card, hingga kartu kredit untuk fleksibilitas tempo pembayaran. Ini semua gratis!