Tempo pembayaran adalah suatu hal yang lumrah di dunia business-to-business (B2B). Sementara, untuk business-to-consumer (B2C), hal ini kurang familier. Pasalnya, B2C pada umumnya langsung melakukan pembayaran tanpa tempo pembayaran tertentu atau biasa yang dikenal dengan istilah cash and carry.
Pertanyaannya, apakah sebenarnya begitu? Mungkinkah tempo pembayaran juga sebenarnya dibutuhkan dan bermanfaat di sisi B2C?
Yuk, simak penjelasan Paper.id dalam artikel ini untuk tahu jawabannya!
Memahami Tempo Pembayaran
Tempo pembayaran atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai “payment terms” adalah kondisi dan ketentuan pembayaran yang disepakati antara penjual dan pembeli terkait transaksi bisnis. Biasanya, ketentuan ini dipakai bisnis B2B karena behavior dan kebutuhan pembelian yang berbeda dengan B2C yang langsung menjual kepada konsumen.
Pada tempo pembayaran, hal yang disepakati adalah kapan pembayaran harus dilakukan, metode pembayaran yang dipakai, dan jika ada,ketentuan denda bagi pembayaran terlambat.
Sebagai contoh, kamu sebagai pemilik kafe memesan 100 kilogram kopi untuk memproduksi minuman. Setelah memesan pada supplier, kamu dan mitra bisnismu akan sepakat membayar 7 hari setelah barang diterima. Nah, sang supplier akan mengirimkan biji kopinya padamu, dan kamu akan punya 7 hari setelahnya untuk melunasi pembayaran untuk pembelian tersebut sesuai janji.
Baca Juga: 4 Cara Mengelola Tempo Pembayaran Kepada Supplier
Perbedaan Kebutuhan Tempo untuk B2B dan B2C
Tempo pembayaran telah lama menjadi suatu hal yang krusial dalam transaksi B2B. Pasalnya, skala transaksi B2B berbeda dengan B2C. Pembayaran B2B cenderung jauh lebih besar secara nominal dan kuantitas karena dilakukan untuk memenuhi kebutuhan operasional bisnis, sehingga membayar langsung pada saat pembelian terjadi seperti B2C akan sangat membebankan cash flow pebisnis.
Bayangkan saja, misalnya kamu harus beli 100 kilo kopi untuk bisnismu dan membayarnya sekaligus. Tentu sangat berat, bukan? Alangkah lebih bagus jika sebagai pebisnis, kamu bisa punya cukup waktu untuk mengolah proses rantai pasoki tersebut, mendapatkan uang dari hasil penjualannya, dan baru kemudian membayar kepada supplier saat uang sudah berputar.
Sementara, dalam bisnis yang bergerak di B2C, jumlah pembelian dan nominal sekali transaksinya biasanya tidak besar. Inilah mungkin yang lebih familier dalam hidup sehari-hari, yaitu ketika kamu misalnya membeli satu gelas kopi di kafe atau semacamnya. Tentu karena jumlah pembelian tidak banyak dan nominalnya tidak mahal, kamu tidak perlu harus menentukan tempo pembayaran tertentu untuk dapat melunasinya.
Apakah tempo pembayaran dibutuhkan B2C juga?
Bisa dibilang, bisnis B2C cenderung tidak membutuhkan tempo pembayaran. Meski demikian, ada beberapa bisnis B2C yang bisa memanfaatkan hal sejenis tempo pembayaran dengan pertimbangan tertentu, misalnya bisnis toko elektronik atau furnitur.
Usaha ini mungkin memang menjual langsung pada konsumen. Namun, karena barangnya yang cukup mahal dan biasanya perlu diproses dahulu karena tidak ready-stock, menawarkan opsi pembayaran tempo atau DP terlebih dahulu agar pelanggan bisa punya kemampuan untuk membeli produknya yang mahal bisa jadi opsi yang potensial.
Di B2C, tempo pembayaran mungkin dikenal dengan istilah atau metode lain yang serupa, yaitu PayLater. Pasti kamu pun pernah mendengarnya, bukan? PayLater memungkinkan konsumen untuk beli sekarang, namun bayarnya nanti dalam periode tertentu, misalnya 3 bulan, 6 bulan, atau 12. Sebenarnya, opsi ini lebih mirip dengan cicilan. Namun pada dasarnya, sang konsumen sama-sama mendapatkan “tempo” tertentu untuk mengumpulkan uang dan melunasi pembeliannya.
Jadi, pebisnis yang juga bergerak di bidang B2C boleh saja menyediakan opsi ini sebagai bentuk memberikan tempo pembayaran bagi konsumennya tergantung tipe atau harga produk yang dijual.
Baca Juga: PaperPreneurs Oktober 2023: Menyiasati Tempo Pembayaran Pendek di Industri F&B
Lebih Bermanfaat untuk B2B, Namun Baik Juga untuk B2C
Menurut studi oleh Vaimo, “buy now pay later” yang kini sangat populer di AS mampu meningkatkan penjualan hingga 20-30%. Pasalnya, konsumen jadi punya kemampuan untuk membeli suatu produk secara sedikit demi sedikit meski harganya mahal.
Didukung oleh data dari Klarna, jika bisnis menyediakan pembayaran secara PayLater, konsumen cenderung mengeluarkan dana hingga 30-40% lebih banyak untuk membeli produkmu yang lain, alias volume pembeliannya jadi lebih besar. Bahkan, pelanggan juga jadi lebih setia, lho.
Nah, sebenarnya, perilaku ini juga cenderung sama untuk B2B, bukan hanya konsumen B2C saja. Dengan adanya opsi pembayaran yang memberikan keleluasaan bagi pembeli untuk mengatur keuangan dan arus kasnya lebih baik, orang jadi lebih punya keinginan dan kemampuan untuk membeli produk darimu.
Data di Asia dari studi Atradius pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 49% transaksi yang terjadi antar bisnis kini telah menggunakan kartu kredit atau metode kredit lainnya. Ternyata, dengan kebijakan pembayaran ini, 12% perusahaan di Asia tidak lagi mengalami telat bayar, di mana tadinya 44% perusahaan mengalaminya.
Maupun bisnismu bergerak di B2B, B2C, atau keduanya, punya opsi tempo pembayaran yang sehat akan memberi dampak yang positif. Apakah jangka waktu pembayaran yang ada sudah cukup bagimu atau buyer dalam melakukan pembayaran bisnis?
Jangka waktu pembayaran yang terlalu sempit bisa berdampak pada cash flow-mu. Nah, untuk mengeceknya, kamu bisa menggunakan Cash Flow Check Up dari Paper.id. Gunakan langsung dari HP atau laptop dengan mudah, dan temukan apakah cash flow kamu sudah lancar atau belum. Klik di bawah untuk mencobanya!
Oh ya, kalau kamu ingin tahu experience menggunakan kartu kredit untuk membayar supplier, kamu bisa langsung mencobanya dibawah ini!
Klik tombol di bawah untuk melanjutkan demo produk ini
- 5 Aplikasi Terbaik untuk Cek Skor Kredit bagi Pebisnis Tahun 2024 - November 15, 2024
- Pakai Paper Virtual Card, Bonus 2000 Miles dan E-Voucher MAP Rp200.000! - November 11, 2024
- Double Cashback dari Blibli hingga Rp300.000, Dapatkan Sekarang! - November 4, 2024