Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, menyumbang lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. 

Untuk mendorong pertumbuhan sektor ini sekaligus meningkatkan kepatuhan pajak, pemerintah mengeluarkan kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% bagi UMKM dengan omzet tahunan tidak melebihi Rp4,8 miliar. 

Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 dan diperkuat dengan berbagai peraturan pendukung lainnya. Berikut adalah ketentuan terbaru serta dampaknya bagi pelaku UMKM.

Detailnya, kamu dapat memahaminya dalam artikel ini.

Kebijakan PPh Final Terbaru bagi UMKM

Dasar hukum dan masa berlaku

Berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018, tarif PPh final sebesar 0,5% diperuntukkan bagi pelaku UMKM dengan batas waktu pemberlakuan sebagai berikut:

  • Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP): Maksimal 7 tahun.
  • Wajib Pajak Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), atau Firma: Maksimal 4 tahun.
  • Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT): Maksimal 3 tahun.

Masa berlaku ini bertujuan memberikan insentif sementara sehingga pelaku UMKM dapat menyiapkan diri untuk bertransisi ke sistem pajak normal sesuai Pasal 17 UU PPh.

Untuk WP OP UMKM yang telah memanfaatkan tarif ini sejak 2018, pemerintah memberikan perpanjangan hingga akhir 2025. 

Dengan demikian, pelaku UMKM yang menikmati insentif ini tetap dapat menikmati tarif 0,5% tanpa kekhawatiran untuk waktu yang lebih lama.

Pembebasan pajak bagi omzet di bawah Rp500 juta

Melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tahun 2021, pemerintah memberikan pembebasan PPh bagi UMKM dengan omzet hingga Rp500 juta per tahun. Hal ini bertujuan untuk memberikan ruang lebih besar bagi UMKM kecil agar mereka dapat bertumbuh tanpa beban pajak yang signifikan.

Baca Juga: Kenali Coretax, Sistem Pajak Baru yang Berlaku Mulai 1 Januari 2025!

Untuk proses pelaporan pajak nantinya, penggunaan sistem keuangan yang baik juga akan sangat membantu agar tidak ada aspek laporan keuangan yang terlewat.

Salah satunya, kamu bisa menggunakan Paper.id, platform invoicing dan pembayaran yang membuatmu bisa buat dan kirim invoice dalam 5 menit secara gratis, serta langsung mendapatkan rekonsiliasi otomatis atas transaksinya.

Jadi, kamu tidak perlu mengecek status pembayaran secara manual. Lewat daashboard Paper.id, kamu sudah dapat melihat apakah invoice-mu sudah dibayar atau belum.

Ada 30+ opsi pembayaran mulai dari transfer bank, QRIS, Virtual Account, marketplace, hingga kartu kredit juga untuk membuat cash flow-mu lebih lega dengan perpanjangan tempo hingga 30 hari, tergantung bank penerbit kartu kreditmu.

Terakhir, seluruh transaksinya akan tercatat otomatis dan ditampilkan dalam laporan keuangan sederhana yang membantumu melihat kondisi keuangan bisnismu saat ini.

Mekanisme Pemotongan Pajak

Untuk memanfaatkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,5%, pelaku UMKM harus memahami bagaimana mekanisme pelaksanaannya diatur. Berikut adalah penjelasan rinci terkait mekanisme penerapan kebijakan ini:

1. Persyaratan bagi Wajib Pajak (WP)

Sebelum memanfaatkan tarif PPh final 0,5%, pelaku UMKM harus memastikan bahwa:

  • Omzet (peredaran bruto) per tahun tidak melebihi Rp4,8 miliar.
  • Telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas perpajakan.
  • Tidak sedang menggunakan skema penghitungan PPh lain, seperti Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) atau tarif pajak umum.
  • Mengajukan Surat Keterangan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) jika dibutuhkan (misalnya, untuk kepentingan transaksi dengan pihak lain).

2. Subjek pemotongan pajak

Mekanisme ini melibatkan dua pihak utama:

  • Pelaku UMKM (penjual atau penyedia jasa): Mereka dikenakan pajak final sebesar 0,5% atas omzet.
  • Pembeli atau pengguna jasa: Dalam beberapa transaksi, pihak pembeli atau pengguna jasa tertentu bertindak sebagai pemotong pajak.

3. Mekanisme Pembayaran PPh Final

PPh final 0,5% dapat dibayarkan melalui dua mekanisme utama:

A. Self-assessment (lapor sendiri)

Pelaku UMKM menghitung sendiri pajak yang harus dibayar berdasarkan omzet bulanan atau tahunan. Berikut langkah-langkahnya:

  1. Catat total omzet yang diperoleh dalam satu bulan.
  2. Hitung 0,5% dari total omzet tersebut.
  3. Bayarkan pajak melalui bank persepsi, kantor pos, atau aplikasi DJP Online menggunakan Kode Akun Pajak (411128) dan Kode Jenis Setoran (420).
  4. Simpan Bukti Penerimaan Negara (BPN) sebagai bukti pembayaran pajak.

B. Pemotongan atau pemungutan oleh pembeli/ pengguna jasa

Dalam transaksi tertentu, pembeli atau pengguna jasa (misalnya, perusahaan besar atau badan pemerintah) akan memotong PPh final 0,5% secara langsung dari pembayaran kepada pelaku UMKM. Prosesnya:

  1. Pelaku UMKM menyerahkan Surat Keterangan ke pembeli sebagai bukti mereka berhak atas tarif PPh final 0,5%.
  2. Pembeli memotong 0,5% dari total nilai transaksi.
  3. Pembeli menyetorkan pajak yang dipotong tersebut ke kas negara dan memberikan Bukti Pemotongan kepada pelaku UMKM.
  4. Pelaku UMKM menyimpan bukti pemotongan tersebut untuk keperluan pelaporan pajak.

4. Pengecualian pajak

Sesuai UU HPP 2021, omzet hingga Rp500 juta per tahun tidak dikenakan pajak. Artinya, UMKM tidak wajib menyetorkan PPh jika pendapatan mereka di bawah batas ini. Namun, pelaku UMKM tetap wajib melaporkan omzet dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

5. Pelaporan pajak

Setelah melakukan pembayaran atau mendapatkan bukti pemotongan, pelaku UMKM wajib melaporkan PPh final ini melalui SPT Tahunan. Langkah-langkahnya:

  1. Akses DJP Online di www.pajak.go.id.
  2. Isi SPT sesuai dengan jenis WP (Orang Pribadi atau Badan).
  3. Lampirkan Bukti Penerimaan Negara atau Bukti Pemotongan sebagai dokumen pendukung.
  4. Kirimkan SPT sebelum batas waktu pelaporan (31 Maret untuk WP OP dan 30 April untuk WP Badan).

Baca Juga: Panduan Cara Hitung Pajak UMKM, Tak Sesulit yang Dibayangkan!

Transisi Menuju Tarif Normal

Setelah masa berlaku tarif 0,5% berakhir, pelaku UMKM diharapkan untuk beralih ke tarif normal. Untuk mempermudah transisi, UMKM dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) selama omzet mereka tidak melebihi Rp4,8 miliar per tahun, dengan syarat pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Pada akhirnya, kebijakan tarif pajak 0,5% untuk UMKM mencerminkan komitmen pemerintah dalam mendukung pelaku usaha kecil agar dapat berkembang. Namun, fasilitas ini bersifat sementara, sehingga pelaku UMKM harus memanfaatkan waktu untuk memperkuat kemampuan keuangan dan manajemen bisnis mereka. 

Dengan memahami ketentuan pajak secara detail, UMKM dapat memastikan kepatuhan dan sekaligus memanfaatkan kebijakan ini untuk mendukung pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

Terakhir, jangan lupa gunakan Paper.id jika ingin pencatatan keuanganmu lebih baik dengan sistem invoicing serta pembayaran yang simpel dan cepat!

Yuk, registrasi sekarang!

Nadiyah Rahmalia