Mengelola bisnis bukan hanya tentang meningkatkan penjualan atau mengatur operasional, tetapi juga memahami struktur keuangan perusahaan secara menyeluruh. Salah satu komponen penting yang tidak boleh diabaikan adalah liabilitas jangka panjang, yaitu kewajiban yang harus dilunasi dalam jangka waktu lebih dari satu tahun.

Sebagai pemilik bisnis, memahami jenis-jenis liabilitas jangka panjang membantu kamu merencanakan keuangan jangka panjang dengan lebih bijak, menjaga stabilitas arus kas, serta mencegah potensi tekanan finansial di masa mendatang.

Artikel ini menguraikan berbagai contoh liabilitas jangka panjang yang umum dalam dunia usaha, beserta dampaknya terhadap keberlanjutan bisnis. Jadi, simak baik-baik, ya.

Sebelum itu, kamu perlu tahu bahwaPaper.id hadir sebagai solusi pencatatan dan pengelolaan keuangan bisnis yang lebih cerdas.

Dengan fitur pelacakan liabilitas, proyeksi pembayaran, hingga laporan keuangan otomatis, kamu dapat memantau seluruh kewajiban jangka panjang dan jangka pendek dalam satu dashboard simpel yang mudah untuk pemula, sehingga semua tercatat lebih terstruktur.

Yuk, pelajari selengkapnya tentang laporan keuangan Paper.id! Lalu, registrasikan bisnismu gratis, ya.

Contoh Liabilitas dalam Bisnis

1. Utang obligasi (bonds payable)

Utang obligasi timbul ketika perusahaan menerbitkan surat utang kepada publik atau institusi untuk mendapatkan pendanaan jangka panjang. Dana yang diperoleh biasanya digunakan untuk membiayai proyek besar seperti ekspansi usaha, pembangunan fasilitas produksi, atau akuisisi.

Meskipun menawarkan pendanaan tanpa mengurangi kepemilikan (seperti saham), utang obligasi memerlukan pembayaran bunga secara berkala dan pelunasan pokok pada saat jatuh tempo. Jika tidak dikelola dengan baik, beban bunga ini dapat memengaruhi arus kas dan menekan keuntungan.

Contoh: Sebuah perusahaan ritel menerbitkan obligasi senilai Rp500 miliar untuk membangun pusat distribusi nasional. Apabila proyek tersebut belum menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu yang direncanakan, perusahaan tetap harus memenuhi kewajiban pembayaran bunga kepada pemegang obligasi.

2. Pinjaman bank jangka panjang

Pinjaman jangka panjang dari bank atau lembaga keuangan digunakan untuk kebutuhan strategis seperti pengadaan alat produksi, pembangunan pabrik, atau pembelian kendaraan operasional. Pinjaman ini memiliki jangka waktu pelunasan di atas satu tahun dan disertai bunga tetap atau mengambang.

Pinjaman semacam ini dapat membantu pertumbuhan usaha, namun tetap memerlukan perencanaan pembayaran yang matang. Jika terjadi penurunan pendapatan, pembayaran angsuran dan bunga dapat menjadi beban yang berat.

Contoh: Perusahaan manufaktur mengambil pinjaman senilai Rp200 miliar untuk pengadaan mesin otomatisasi. Jika penjualan menurun karena kondisi pasar, cicilan pinjaman dapat mengganggu kestabilan keuangan.

3. Hipotek atau pinjaman berjaminan aset

Hipotek merupakan jenis pinjaman jangka panjang yang dijamin dengan aset tetap, seperti gedung, tanah, atau pabrik. Pembayaran dilakukan secara bertahap dan disertai bunga sesuai ketentuan yang disepakati.

Meskipun memungkinkan perusahaan memiliki aset tetap tanpa pembayaran penuh di awal, risiko akan timbul apabila aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan sesuai harapan. Gagal bayar dapat berujung pada penyitaan aset.

Contoh: Perusahaan properti mengambil hipotek untuk membangun kawasan ruko. Jika tingkat penyewaan rendah, pembayaran cicilan bisa melebihi pendapatan sewa yang diterima.

Baca Juga: 6 Contoh Liabilitas Tersembunyi yang Diam-diam Bisa Merugikan Bisnismu

4. Kewajiban pensiun karyawan

Perusahaan yang menyediakan program pensiun bagi karyawan wajib mengalokasikan dana untuk pembayaran tunjangan setelah masa kerja selesai. Dana ini dihitung berdasarkan estimasi jumlah karyawan yang akan pensiun dan nilai manfaat yang harus dibayarkan.

Jika tidak dikelola secara disiplin, kewajiban pensiun dapat menggerus dana operasional dan membatasi fleksibilitas keuangan. Hal ini sering menjadi tantangan bagi perusahaan yang memiliki banyak karyawan tetap.

Contoh: Sebuah perusahaan logistik dengan ribuan karyawan memiliki kewajiban pensiun jangka panjang sebesar Rp1 triliun. Jika pengelolaan dana pensiun tidak optimal, perusahaan dapat menghadapi beban mendadak yang besar.

5. Kewajiban sewa jangka panjang

Kontrak sewa jangka panjang untuk aset seperti gedung, peralatan, atau kendaraan juga dicatat sebagai liabilitas jangka panjang dalam laporan keuangan, terutama sejak diberlakukannya standar akuntansi seperti PSAK 73.

Risiko muncul ketika aset yang disewa tidak lagi digunakan secara maksimal, tetapi pembayaran tetap harus dilakukan sesuai kontrak.

Contoh: Sebuah perusahaan teknologi menyewa gedung perkantoran selama 10 tahun. Setelah dua tahun, perusahaan beralih ke sistem kerja hybrid dan sebagian besar ruang kantor tidak lagi digunakan. Meskipun demikian, kewajiban sewa tetap berjalan.

Mengapa Hal Ini Penting untuk Bisnis?

Memahami dan mengelola liabilitas jangka panjang secara cermat penting untuk menjaga kestabilan usaha dalam jangka panjang. Beberapa alasan utamanya antara lain:

  • Perencanaan arus kas: Membantu memastikan bahwa bisnis memiliki dana yang cukup untuk memenuhi kewajiban tanpa mengganggu operasional.
  • Stabilitas finansial: Menghindari beban utang yang berlebihan agar perusahaan tetap sehat secara struktural.
  • Pengambilan keputusan strategis: Memberikan dasar yang kuat dalam memutuskan ekspansi, restrukturisasi, atau pendanaan tambahan.
  • Kredibilitas usaha: Bisnis yang mampu mengelola liabilitas jangka panjang dengan baik akan lebih dipercaya oleh mitra, bank, dan calon investor.

Baca Juga: Aset vs Liabilitas, Mana yang Lebih Penting untuk Bisnis?

Liabilitas jangka panjang adalah bagian dari strategi pembiayaan jangka panjang yang umum digunakan oleh perusahaan.

Namun, jika tidak dikelola dengan cermat, kewajiban ini dapat mengganggu stabilitas keuangan dan membatasi pertumbuhan usaha.

Sebagai pemilik bisnis, penting untuk mengetahui jenis-jenis liabilitas jangka panjang, mulai dari obligasi, pinjaman bank, hipotek, hingga kewajiban pensiun dan sewa, serta memastikan bahwa setiap kewajiban dicatat, dianalisis, dan direncanakan dengan baik.

Nadiyah Rahmalia