Apakah Ekpor kena PPN? Ekspor sendiri memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sebab, kegiatan ini berkontribusi signifikan terhadap pendapatan negara dan keseimbangan neraca perdagangan.

Melalui ekspor, produk-produk Indonesia dapat bersaing di pasar internasional, meningkatkan devisa, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Salah satu aspek krusial dalam kegiatan ekspor adalah pemahaman mengenai regulasi perpajakan, khususnya terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Memasuki tahun 2025, terjadi perubahan signifikan dalam kebijakan PPN di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Namun, penting untuk dicatat bahwa tarif PPN 12% ini dikenakan pada barang dan jasa yang tergolong mewah. Untuk barang dan jasa non-mewah, meskipun tarif PPN naik menjadi 12%, dasar pengenaan pajaknya adalah 11/12 dari harga jual. Dengan begitu, beban pajak yang dirasakan masyarakat setara dengan tarif 11% sebelumnya.

Apa Itu PPN pada Ekspor?

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean Indonesia. Dalam konteks ekspor, Indonesia menerapkan tarif PPN sebesar 0% untuk mendorong daya saing produk dan jasa Indonesia di pasar internasional.

Meskipun tarif PPN yang dikenakan adalah 0%, kegiatan ekspor tetap dianggap sebagai penyerahan yang terutang PPN.

Artinya, eksportir tetap wajib membuat faktur pajak dan melaporkan transaksi ekspor dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.

Dengan penerapan tarif 0%, eksportir tidak perlu memungut PPN dari pembeli di luar negeri. Akan tetapi, tetap memiliki kewajiban administratif terkait perpajakan.

Selain itu, penerapan tarif PPN 0% pada ekspor sejalan dengan prinsip “destination principle”. Di sini, PPN dikenakan pada negara tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi.

Dengan begitu, barang dan jasa yang diekspor dari Indonesia tidak dikenakan PPN di Indonesia. Hanya saja, dikenakan pajak pada negara tujuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di tempat tersebut.

Baca Juga: Mengenal Pajak Usaha Mikro di Indonesia Bagi Bisnis Kecil UMKM

Biaya yang Harus Diperhatikan dalam Ekspor

Dalam proses ekspor, terdapat beberapa komponen biaya yang perlu diperhatikan oleh eksportir. Tujuannya adalah memastikan perhitungan harga jual yang tepat dan menghindari kerugian. Berikut adalah rincian biaya-biaya tersebut:

1. Harga Pokok Produksi (HPP)

HPP mencakup semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, termasuk biaya bahan baku, bahan pendukung, dan upah tenaga kerja. Selain itu, biaya operasional pabrik seperti listrik, perawatan mesin, dan penyusutan peralatan juga termasuk dalam HPP.

2. Biaya pengemasan produk

Biaya ini meliputi pembelian material kemasan, upah tenaga kerja untuk proses pengemasan, dan biaya pencetakan label atau desain pada kemasan. Pengemasan yang baik penting untuk memastikan produk aman selama pengiriman dan memenuhi standar internasional.

3. Biaya pembayaran bank (bank charge)

Dalam transaksi internasional, metode pembayaran seperti Telegraphic Transfer (T/T), Letter of Credit (L/C), atau Cash Against Documents (CAD) sering digunakan.

Setiap metode memiliki biaya yang berbeda; misalnya, T/T biasanya dikenakan biaya sekitar USD 5-10 per transfer, sementara L/C dan CAD dapat mencapai USD 75-150 per transaksi.

  • Biaya Transportasi dari Gudang ke Pelabuhan (Trucking): Biaya ini mencakup pengangkutan produk dari lokasi penyimpanan atau produksi ke pelabuhan ekspor. Mengingat frekuensi pengiriman, penting untuk memantau dan mengelola biaya ini secara efektif.
  • Biaya Forwarder: Jika menggunakan jasa freight forwarder, biaya ini mencakup pengurusan transportasi, dokumentasi ekspor, dan koordinasi pengiriman hingga ke negara tujuan. Biaya forwarder bervariasi, biasanya antara Rp250.000 hingga Rp1.000.000 per layanan, tergantung pada layanan yang disediakan.
  • Biaya Pengurusan Dokumen Ekspor: Setiap negara tujuan mungkin memiliki persyaratan dokumentasi yang berbeda. Biaya ini meliputi pengurusan dokumen seperti Certificate of Origin, Certificate of Analysis, dan dokumen lain yang diperlukan. Biaya dapat bervariasi tergantung pada jenis dan jumlah dokumen yang dibutuhkan.
  • Biaya Terminal Handling Charge (THC): THC adalah biaya penanganan barang di pelabuhan, termasuk pemuatan dan pembongkaran kontainer. Biaya ini biasanya dihitung berdasarkan berat atau volume barang dan dapat berbeda-beda di setiap pelabuhan.
  • Biaya Asuransi: Untuk melindungi barang selama pengiriman, asuransi kargo sering diperlukan. Biaya asuransi biasanya berkisar antara 0,1% hingga 0,5% dari nilai barang, tergantung pada jenis barang dan risiko yang terlibat.
  • Biaya Lainnya: Biaya tambahan seperti penyewaan gudang, bunga pinjaman modal, dan pajak juga perlu diperhitungkan. Meskipun mungkin tampak kecil, akumulasi biaya-biaya ini dapat mempengaruhi profitabilitas secara keseluruhan.

Baca Juga: Akuntansi Perpajakan untuk Bisnis: Definisi dan Contoh Perhitungannya

Cara Menghitung PPN Ekspor Tahun 2025

1.      Dasar Perhitungan PPN 0%

Seperti yang sudah disebutkan bahwa ekspor barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) mendapatkan fasilitas tarif PPN 0%. Hal ini berarti PPN yang dikenakan adalah 0% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dengan begitu, tidak ada tambahan PPN yang harus dibayarkan oleh eksportir.

Rumus umum perhitungan PPN ekspor:

PPN = DPP x Tarif PPN

Penjelasan:

  • DPP (Dasar Pengenaan Pajak): Nilai barang atau jasa yang diekspor.
  • Tarif PPN: Untuk ekspor, tarifnya 0%.

Contoh sederhana:

Jika eksportir menjual barang ke luar negeri senilai Rp100 juta (DPP = Rp100 juta) dengan tarif PPN 0%, maka:

        PPN = Rp100.000.000 x 0% = Rp0

Artinya, eksportir tidak dikenakan tambahan PPN atas ekspor tersebut, sehingga barang lebih kompetitif di pasar global.

2.      Simulasi Perhitungan Total Biaya Ekspor

Selain tarif PPN 0%, eksportir tetap perlu menghitung total biaya lain yang relevan dengan proses ekspor. Berikut adalah simulasi sederhana:

Studi Kasus:

Seorang eksportir menjual produk elektronik ke luar negeri dengan nilai kontrak Rp100 juta. Berikut rincian biayanya:

  • Harga barang (DPP): Rp100 juta.
  • Tarif PPN: 0% (tidak ada tambahan PPN).
  • Biaya lain-lain:
  • Ongkos kirim: Rp5 juta.
  • Bea keluar: Rp2 juta.
  • Biaya administrasi: Rp1 juta.
  • Asuransi ekspor: Rp500 ribu.

Perhitungan Total Biaya Ekspor:

  • Total Biaya = DPP + Ongkos Kirim + Bea Keluar + Biaya Administrasi + Asuransi
  • Total Biaya = Rp100 juta + Rp5 juta + Rp2 juta + Rp1 juta + Rp500 ribu
  • Total Biaya = Rp108.500.000

Karena PPN untuk ekspor dikenakan tarif 0%, eksportir hanya perlu membayar total biaya operasional yang sudah dihitung.

Catatan:

Jika eksportir memiliki kredit pajak dari pembelian bahan baku atau biaya lain yang telah dikenakan PPN di dalam negeri, kredit pajak tersebut dapat diklaim kembali melalui mekanisme restitusi atau pengurangan pajak pada periode berikutnya.

Demikianlah penjelasan tentang tarif PPN untuk ekspor. Semoga membantu proses akuntansi bisnismu, ya.

Untuk mempermudah operasional lebih lanjut, kamu juga bisa menggunakan Paper.id untuk invoicing dan pembayarannya. Di Paper.id, kamu bisa buat invoice online dalam 5 menit dengan template profesional yang sudah tersedia.

Setelah itu, kamu bisa pilih 30+ opsi pembayaran mulai dari transfer bank, QRIS, Virtual Account, e-wallet, marketplace, dan juga kartu kredit tanpa perlu khawatir tentang mesin EDC.

Yuk, pelajari selengkapnya tentang Paper.id dan registrasikan bisnismu gratis!

Nadiyah Rahmalia