Di era serba modern seperti saat ini, bisnis online kini menjadi pilihan banyak orang, tetapi apakah kamu sudah memahami kewajiban pajaknya? Mengelola pajak untuk bisnis online memang bisa menjadi tantangan tersendiri, terlebih di tengah pesatnya perkembangan e-commerce dan transaksi digital.

Namun, mengetahui jenis pajak yang berlaku dan cara pelaporannya menjadi langkah penting sebagai business owner agar bisa menjalankan bisnis secara legal dan profesional. Jadi, seperti apa aturan pajak untuk bisnis online, terutama di Indonesia?

Yuk, simak pembahasan lebih lanjut mengenai pajak untuk bisnis online di bawah ini!

Kewajiban Bisnis Online Membayar Pajak

Di tengah berkembangnya e-commerce dan media sosial seperti Instagram, Facebook, TikTok, atau X yang dapat dijadikan sebagai platform penjualan, kamu sebagai pebisnis online, bisa dengan mudah menawarkan berbagai produk penjualan, baik berupa barang atau jasa.

Apalagi, semakin banyaknya pengguna e-commerce dan media sosial, maka penghasilan yang akan kamu peroleh akan lebih menjanjikan. Dari berbagai macam kalangan, usia, hingga daerah bisa disesuaikan dengan produk penjualan kamu.

Namun, pertanyaannya adalah apakah dengan berbisnis online pelaku bisnis wajib membayar pajak? Jawabannya tentu saja iya. Kamu wajib membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh.

Meski memang secara regulasi tidak ada perbedaan antara pajak transaksi e-commerce dengan perdagangan konvensional karena status objek pajaknya sama. 

Menurut Surat Edaran Pajak Nomor SE-62/PJ/2013, transaksi perdagangan barang dan jasa secara elektronik (e-commerce) diperlakukan sama seperti transaksi barang dan jasa konvensional. Namun, perbedaannya terletak pada metode atau alat yang digunakan dalam proses transaksinya.

Jenis Pajak Bisnis Online dan Ketentuannya

Berikut adalah jenis pajak bisnis online yang wajib kamu bayar kepada negara, antara lain:

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak untuk bisnis online mencakup Pajak Penghasilan (PPh), yang berlaku untuk penghasilan baik dari transaksi online maupun offline. 

Berdasarkan aturan, setiap tambahan penghasilan yang meningkatkan kekayaan Wajib Pajak harus dikenakan PPh. Ketentuan pajak bisnis online disamakan dengan bisnis konvensional, sehingga peraturannya tidak berbeda. 

Pelaku bisnis online juga dikenai status Pengusaha Kena Pajak (PKP) jika penghasilan tahunannya melebihi Rp600 juta, yang mengharuskan mereka membayar pajak sesuai peraturan yang berlaku.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Ketentuan pajak bisnis online bagi penjual akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN karena termasuk dalam kategori penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak di daerah pabean wilayah hukum NKRI.

Baca Juga: Template Invoice dengan Perhitungan Pajak, Mudah & Otomatis!

Skema Perpajakan Bisnis Online Melibatkan Pihak Ketiga

Sebenarnya, selama ini para pelaku bisnis online khusus di e-commerce sudah membayar pajak dengan skema self-assessment, yaitu melaporkan jumlah labanya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh.

Sayangnya, karena masih banyak pelaku bisnis online yang kurang tertib lapor pajak. Maka dari itu, pemerintah terus menggodok aturan baru terkait pajak bisnis online ini.

Salah satunya dengan membuat skema baru, nantinya pemerintah akan melibat pihak ketiga. Pihak ketiga inilah yang nantinya akan memungut atau memotong PPh dan PPN dari pelaku bisnis online.

Dengan begitu, diharapkan proses pengenaan pajak bisa berlangsung lebih mudah dan tertib. Pembayaran pajak dilakukan secara bulanan dengan mekanisme pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.

Pihak ketiga tersebut akan ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong atau memungut pajak dan menyetorkan ke kas negara.

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk Bisnis Online

Toko online yang menjual barang atau jasa yang termasuk objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diwajibkan menerbitkan Faktur Pajak. Hal ini diatur dalam UU No. 42 Tahun 2009 yang memperbarui ketentuan terkait PPN dan PPnBM.

Pengusaha online wajib dikukuhkan sebagai PKP jika penerimaan brutonya melebihi Rp600 juta per tahun. Namun, pengusaha kecil dibebaskan dari kewajiban memungut PPN kecuali secara sukarela memilih menjadi PKP, yang akan tunduk sepenuhnya pada ketentuan UU PPN & PPnBM.

Baca Juga: Contoh Dokumen Pelaporan Pajak untuk Bisnis

Demikian penjelasan mengenai pajak untuk bisnis online, khususnya di Indonesia. Pada akhirnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan penagihan pajak untuk wajib pajak pengusaha bisnis online yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajak.

Proses penagihan dimulai dengan Surat Teguran dan dilanjutkan dengan Surat Paksa. Jika Wajib Pajak tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta WP untuk melunasi pajak yang tidak/belum dibayar.

Agar proses pelaporan pajak menjadi lebih efisien dan terhindar dari sanksi, kamu bisa manfaatkan platform seperti Paper.id. Sebagai platform invoicing dan pembayaran antar bisnis, memungkinkan semua transaksi terdokumentasi dengan rapi sehingga memudahkan pelaporan pajak.

Yuk, daftarkan bisnismu sekarang dan nikmati semua fitur yang tersedia untuk memudahkan semua proses operasional dengan cara klik tombol di bawah!

Nadiyah Rahmalia